Enuresis, Bukan Ngompol biasa...
Ngompo itu dianggap normal sampai
usia berapa sih?
Umumnya
masih oke sampai 5 tahun. Di atas usia itu, mungkin enuresis.
Enuresis
termasuk dalam gangguan eliminasi (pengeluaran sisa tubuh). Enuresis=ngompol, Encopresis=kecipirit
(BAB tidak pada tempatnya). Ngompol disebut enureisis, jika terjadi pada anak
>5 tahun, minimal 2x seminggu dalam 3 bulan berturut-turut, sampai-sampai
anak alami masalah sosial/akademis. Kalau ngompol hanya 1X per bulan, tidak disebut
enureisis. Juga kalau ngompol karena anak kedinginan/stres, tapi amat jarang,
bukan enuresis juga. Kalau ngompol untuk anak di bawah 5 tahun, mau sesering
apapun ya ngak disebut enuresis. Juga kalau anak ngompol gara-gara obat
tertentu, bukan enuresis. Ada 3 jenis ngompol/enuresis:
1. Nocturnal
only (Hanya malam hari, yang paling sering terjadi pada anak-anak)
2. Diurnal
only (Hanya siang hari, seringnya di hari sekolah)
3. Kombinasi,
malam dan siang hari
Prevalensi
ngompol enuresis: 5 tahun= 13-33%. 10 tahun= 3% laki-laki & 2% perempuan.
Remaja= sekitar 1%. Diurnal enuresis > jarang = 3 % anak 6 tahun. Ada juga
sih yang alami enuresis sekunder, artinya sudah berhasil tidak ngompol, selalu
pipis di toilet, lalu kembali ngompol setelah usia 5 tahun. Sebagian besar anak
ngompol di atas 5 tahun alami enuresis primer, artinya masih terus ngompol
sejak bayi, belum berhasil atur tidak ngompol. Kadang anak-anak enuresis
sekunder karena alami stres besar, misalnya baru punya adik, pindah rumah,
binatang peliharaan mati, orangtua cerai, dll.
Apa sih efeknya kalau anak ngompol
padahal sudah besar (enuresis)?
Seringkali
anak alami ejekan dari teman, dijauhi/diasingkan teman. Anak enuresis sangat
mungkin menolak menginap di rumah orang lain, menolak berlibur atau camping
dengan teman sekolah, takut ngompol. Padahal semakin besar, kebutuhan anak
untuk berteman semakin tinggi pula. Kegagalan berteman berpengaruh terhadap
emosi anak. Pengaruh ngompol enuresis terhadap emosi anak adalah self esteem
alias penghargaan terhadap diri jadi cenderung rendah, jadi kurang percaya
diri. Self esteem rendah & kurang PD kadang bikin anak alami
masalah-masalah lain misalnya masalah akademis, jadi kesulitan belajar di
sekolah. Belum lagi orang tua kadang menghukum, memarahi dan mempermalukan anak
ngompol enuresis, bukannya membantu. Keluhan tambah berat jadinya. Salah satu
resiko terbesar kalau anak ngompol enuresis, anak mengalami KDRT oleh orang
tua, karena orang tua frustasu. Efek negatif meluas jadinya.
Kenapa anak mengalami ngompol
enuresis?
Dari
segi medis, ada kekurangan hormon antidiuretik (yang tugasnya hambat produksi
air seni malam hari). Sebab lain ngompol enuresis, karena anak belum sadar
kapan kandung kemih penuh. Mestinya sih begitu kandung kemih penuh, langsung
ada impuls saraf yang mengirim sinyal ke otak memberi tahu anak agar segera
buang air kecil. Jika belum kenali ini, bisa ngompol enuresis. Sinyal itu yang
membuat anak berpikir/mimpi tentang BAK, dan akhirnya membuat anak bangun &
ke toilet. Jika tidak kenali sinyal bisa ngompol. Sebab lain ngompol enuresis
adalah turunan. Jika kedua orangtua enuresis, 77% kemungkinan anak juga alami.
Salah satu orang tua, 44%. Tidak ada orangtua, 15%.
Nah, kalau anak ngompol enuresis,
orangtua bisa apa ya?
Kabarnya
obat kurang efektif, karena setelah pemberian obat selesai, anak ngompol lagi.
Sejauh ini, menurut penelitian-penelitian tentang enuresis, pendekatan
psikologis justru lebih ampuh untuk bikin anak tak ngompol lagi. Seperti apa?
Yang pasti sih justru kurangi hukuman, apalagi hukuman tidak relevan (misalnya
disuruh nulis 100X ‘Saya tidak akan ngompol lagi’). Masih boleh kok beri
konsekuensi yang relevan, misalnya jika anak ngompol enuresis, anak diminta
mengganti seprai kotor (dengan sedikit sekali bantuan). Ketika memberi
konsekuensi, anak tidak usah dimarah-marahin. Lakukan saja dengan tenang, namun
tegas. Jika anak menolak maka boleh tahan dulu haknya (misalnya tidak boleh nonton/main kalau belum
ganti seprai), baru diberikan setelah ia ganti seprai. Nah, tadi saya sebut ada
pendekatan-pendekatan psikologi yang efektif, apa saja itu? Yuk simak terus.
Cara
1, cek jam berapa biasanya anak ngompol. Misalnya jam 10 malam. Maka sesaat
sebelum jam 10 malam, bangunkan anak untuk pipis di WC.
Cara
2, teknik token system. Anak dijanjikan token, misalnya stiker jika ‘kering’
sampai pagi.
Cara
3, malah sebelum tidur, bisikkan ‘Kalau terasa mau pipis, bangun, ke WC, buka
celana, pipis di WC. Lalu tidur lagi.’ Memang capek sih orangtuanya. Siapa yang
tidak capek kalau harus bangun berkali-kali tiap malam demi kurangi anak
ngompol enuresis? Tapi perlu banget nih.
Untuk
semua cara di atas, lakukan secara konsisten setiap hari. Biasanya dalam 1-3
minggu ngompol enuresis berkurang drastis. Sudah tentu pendekatan itu tetap
perlu dilakukan terus sampai betul-betul punya kebiasaan baru: pipis, tidak
ngompol enuresis. Kalau kebiasaan baru sudah terbentuk, tak lagi ngompol
enuresis, maka sedikit-sedikit kurangi pendekatan tadi, tapi tetap hangat ke
anak ya. Kalau belum juga berkurang, mungkin ada masalah lain yang tidak
terdeteksi orang tua. Ajak anak ke psikologi anak untuk penangan ngompol
enuresis. Orang tua ikutan konsultasi lho, karena orang tua yang paling mampu
untuk bantu anaknya kurangi ngompol enuresis. Nah. Itu dulu ya tulisan kali
ini. Semoga berguna ya.
Sumber: @AnnaSurtiNina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar