Ada enam langkah dalam prosedur untuk menjadi petunjuk
mengembangkan keterampilan empati, yaitu :
1. Mengasumsikan Perbedaaan.
Jika
kita menerima bahwa kita bisa saja berbeda menghadapi konstuksi dan situasi
yang berbeda, maka kita kan bebas membayangkan pikiran dan perasaan kita dari
perspektif yang lain. Selama kita dapat menghubungkan perspektif dari hasil
bayangan kita dengan perspektif orang lain yang sebenarnya, maka barulah kita
dapatmelakukan empati.
2. Mengenali Diri.
Jika kita menyadari nilai, asumsi dan
keyakinan individual secara kultural kita sendiri, yakni: bagaimana kita
mendefinisikan identitas kita, maka kitatidak perlu takut kehilangan diri kita.
Kita tidak akan kehilangan sesuatu yang dapat diciptakan kembali sekehendak
kita.
3. Menunda diri.
Identitas yang dipertegas pada langkah langkah untuk
sementara dikesampingkan. Salah satu cara memikirkan prosedur ini adalah
membayangkan bahwa diri atau identitas adalah batas arbitrer yang kita tarik
antara diri kita dengan dunia yang lain, termasuk orang lain. Penangguhan diri
adalah perluasan batas ini secara sementara menghilangkan pemisahan antara diri
dan lingkungan. Pusat perhatian pada langkah ini adalah bukan pada menunda
”isi” identitas (asumsi, nilai, perangkat perilaku,dan seterusnya). Tetapi,
fokusnya terletak pada kemampuyan mengubah dan memperluas batas.
4. Melakukan
Imajinasi Terbimbing.
Jika batas diri diperluas, perbedaan antara yanginternal
dengan yang eksternal (subjektif dan objektif) dihapuskan. Dalam keadaan yang
diperluas, kita dapat menggerakan perhatian kita ke dalam pengalaman peristiwa
yang biasanya eksternal, bukan memusatkan perhatian kita kepada peristiwa
tersebut. Geseran kesadaran ke dalam fenomena ini, yang biasanya tidak
dihubungkan dengan diri, dapat disebut ”imajinasi”. Agar empati interpersonal
yangcermat terjadi, kita harus membiarkan imajinasi kita dibimbing ke dalam
pengalaman orang lain tertentu.
5. Membiarkan Pengalaman Empati.
Jika kita
membiarkan imajinasi kita dibimbing ke dalam diri orang lain, kita sedang
mengalami seakan akan orang itu adalah diri kita sendiri. Walaupun pengalaman
ini imajinatif, intensitas dan ”realitasnya” tidak selalu lebih rendah dari
pengalaman biasa kita. Intensitas pengalaman empati kita bahkan bisa lebih
besar, sejajar dengan intensitas drama yang kadang kadang lebih besar dari
kehidupan.
6. Meneguhkan kembali Diri.
Empati Interpersonal membiarkan
penundaan identitas secara terkendali dan sementara untuk mencapai tujuan khusus,
memahami orang lain. Jika tujuan ini tercapai, batas batas diri dapat
ditegakkan kembali. Salah satu pengecualian diri ini mungkin saja berupa
mempertahankan hubungan akrab di mana kita terlibat ” menjadi satu dengan orang
lain”. Identitas diteguhkan kembali dengan, pertama tama, menciptakan lagi rasa
keterpisahan antar diri kita dengan orang lain yang merupakan keadaan normal
dalam kebudayaan kita. Jika perpisahan ini diperoleh kembali, isi
pandangandunia kitasecara otomatis muncul lagidan dan dapat ditentukan pikiran
dan perasaasn kita yang mana kepunyaan siapa. Mungkin jugaberguna mengontraskan
reaksi simpati kita pada orang lain dengan pengertian empati. Dari kontar ini
dapat muncul pengakuan yang jelas tentang perbedaan antar diri kita dan yang lain.
Pengakuan ini yang memperkokoh perlunya empati.
Sumber :
"Mengatasi Kaedah Emas Simpati dan Empati" (Milton J. Bennet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar