expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>
Komunikasi Antar Budaya : Suatu Tinjauan Antrologis
Komunikasi Antar Budaya : Suatu Tinjauan Antrologis
Budaya menurut antropolog itu sangat berharga bagi
administrator, maka banyak kalangan bisnis dan pemerintah yang menerima
pendapat dari antropolog ini. Dan para antropolog diminta untuk
membuat definisi budaya yang mereka pahami dan dijadikan landasan dalam
bertindak. Menurut Orang Awam,
Budaya adalah Cara orang-orang berpakaian, Kepercayaan-kepercayaan yang mereka
miliki, Kebiasaan-kebiasaan yang mereka praktikan.
Suatu budaya
mempengaruhi komunikasi dalam banyak hal. Budayalah yang menentukan waktu dan
jadwal peristiwa-peristiwa antarpersonal, tempat-tempat untuk membicarakan
topik-topik tertentu, jarak fisik yang memisahkan antara seorang pembicara
dengan orang lain, serta nada suara yang sesuai untuk pembicaraan tertentu.
Budaya dalam hal ini, melukiskan kadar dan tipe kontak fisik yang dituntut oleh
adat kebiasaan dan intensitas emosi yang menyertainya, yang meliputi hubungan
antara apa yang dikatakan dan apa yang
dimaksudkan, seperti “tidak” maksudnya mungkin dan “besok” maksudnya
“tidak pernah”. Oleh karena itu kita harus mempelajarinya lebih dalam agar
tidak adanya kesalahpahaman atas informasi yang kita peroleh.
Inilah
hal-hal penting yang tidak boleh diabaikan, seperti contoh seorang pengusaha
yang berbisisnis ke luar negeri, bila ia tidak mau menghadapi resiko maka
ia harus mempelajari budaya yang dianut oleh negara yang ditujunya itu,
meskipun hal tersebut sulit dipahami karena setiap orang merasa budayanyalah
yang paling benar.
Berikut ini
adalah hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam mempejalari kebudayaan :
Bahasa
Orang
Amerika sering dituduh tidak cakap dalam berbahasa, karena mereka kurang
tertarik mempelajari bahasa-bahasa asing. Tetapi ada juga suatu bangsa yang
secara inheren tertarik mempelajari
bahasa dari pada bangsa lain karena adanya kesempatan dan intensif untuk
belajar, seperti orang Eropa Barat atau Tengah yang sejak kecil mendengarkan
pembicaraan-pembicaraan dalam bahasa asing, hal itu membuat mereka mempelajari
bahasa tersebut. Mungkin jika anak Amerika memiliki kesempatan dan berada sama
diposisi anak Eropa tesebut mungkin ia akan bertindak serupa.
Kita tidak
boleh meremehkan kerusakan yang diakhibatkan oleh kekurangmampuan kita dalam
berbahasa, seperti kerusakan hubungan dengan relasi-relasi di seluruh dunia.
Memang, bila kita tidak dapat berbicara bahasa seseorang, sangat sulit bagi
kita untuk berkomunikasi dengannya.
Meskipun
bahasa-bahasa telah dipelajari, mungkin saja terdapat kesalahan seperti pada
perbendaharaan kata, tata bahasa,dan fasilitas verbal yang tidak memadai. Akan
tetapi tidak terjadi kesalahan jika orang tersebut memahami isyarat-isyarat
halus yag implisit dalam bahasa, nada suara, gerak-gerik dan ekspresi. Jika Ia
salah menafsirkan apa yang dikatakan padanya, mungkin akan menyinggung perasaan
orang lain tanpa mengetahui bagaimana atau mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Maksud dari perkataan
Di Amerika
serikat, lebih mementingkan pernyataan yang langsung. Orang Amerika yang “baik”
diharapkan mengatakan apa yang ia maksudkan dan memaksudkan apa yang ia
katakan. Bila mengenai hal penting tetapi seseorang berbicara berputar-putar
dan mengelak-elak, mereka cendrung menganggapnya sebagai orang yang tak dapat
diandalkan atau bahkan tidak jujur. Berbeda halnya dengan orang Indonesia,
mereka lebih cenderung berbicara tidak langsung dan perkataannya itu mengandung
makna yang tersirat, ini tidak berarti bahwa mereka terlalu berbelit-belit,
tetapi dalam beberapa hal mereka mempertimbangkan kesopanan. Beginilah
budaya, beda tempat, beda pula kebudayaannya. Karena kita ketahui bahwa orang
Amerika tersebut berbicara cendrung blak-blakan, sedangkan orang Indonesia
berbicara penuh dengan ungkapan.
Dalam
beberapa budaya lain, kata-kata dan makna kata-kata tersebut tidak mempunyai
hubungan langsung. Orang-orang mungkin lebih memperhatikan konteks emosional
situasi dari pada memperhatikan makna kata-kata tertentu. Ini mungkinkan mereka
memberikan jawaban yang sesuai dan menyenangkan atas suatu pertanyaan, karena
jawaban yang harfiah dan faktual bisa menyinggung perasaan dan mempermalukan
orang lain.
Orang-orang Perasa
Manusia
berkomunikasi tidak hanya dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan nada
suaranya, ekspresi wajahnya, gerak-geriknya, semua itu mengandung makna yang
perlu diperhitungkan. Jadi, tidak hanya dari bahasa-bahasa saja yang
membingungkan, tetapi juga dari gerak-gerik serta isyarat-isyarat kultural.
Anggukan seseorang bisa saja berarti negatif bagi orang lainnya, karena setiap
budaya memiliki rangkaiannya sendiri, yang terdiri dari tanda-tanda bermaka,
lambang-lambang, gerak-gerik, konotasi emosi, rujukan historis, respon
trsadisional dan--juga penting--diam yang mengandung makna.
Perhatikan
tradisi Aglo saxon untuk menjaga
kekalemannya. Orang Amerika diajari oleh budayanya untuk menekankan
perasaannya. Ia dikondisikan untuk menganggap emosi sebagai hal yang umumnya
jelek (kecuali pada wanita lemah yang tidak dapat menolong dirinya sendiri),
dan mengendalikan diri dengan baik. Semakin penting masalah yang ia hadapi,
maka semakin tenang penampilannya. Berkepala dingin, roman muka keras, pikiran
tenang--bukanlah secara kebetulan saja seperti ciri-ciri ini yang diperihatkan
oleh pahlawan-pahlawan dalam film Western.
Berbeda
dengan kebudayaan di Timur tengah. Sejak masa kanak-kanak orang Arab
dibolehkan, bahkan didorong untuk menyatakan perasaannya dengan bebas. Lelaki
dewasa boleh menangis, berteriak, memberi isyarat dengan ekspresif, meloncat ke
atas dan ke bawah, mereke dikagumi sebagai orang yang tulus.Sedangkan Orang
Anglo saxon yang tenang dan punya control diri tersebut dapat dicurigai—ia
pasti menyembunyikan sesuatu, berusaha untuk menipu. Orang Arab yang gembira
sekali dan emosional boleh jadi membuat orang Anglo saxon risi, membuatnya malu
dan berfikir : tidaklah prilakunya kekanak-kanakan? Apakah segala tidak bisa
dikendalikan?.
Dalam hal
lain, terdapat perbedaan lainnya tentang intonasi seseorang dalam
berbicara. Di dunia Arab, dalam pembicaranan-pembicaraannya, lelaki Arab
berbicara dengan suara yang dianggap agresif dan menjengkelkan di Amerika
Serikat. Suara yang keras memberikan konotasi kekuatan dan ketulusan di antara
orang-orang Arab, suara lemah bisa berarti kelemahan dan tipu daya.
Anggapan ini menyebabkan beberapa orang Arab, mengabaikan apapun yang mereka
dengar dari radio “Voice of America”
karena suaranya begitu lemah.
Namun,
status pribadi menentukan nada suara pada masyarakat Arab. Orang-orang Arab
Saudi menunjukkan rasa hormatnya kepada atasan—misalnya kepada syekh—dengan
menurukan suaranya dan bergumam. Orang Amerika berstatus tinggi, mungkin juga
akan diperlakukan seperti ini oleh orang Arab, hal ini menimbulkan suasana yang
semakin sulit, karena dalam budaya Amerika orang secara tidak sadar ”meminta”
orang lainnya untuk meninggikan suaranya sendiri, orang Amerika berbicara
keras. Ini menyebabkan suara orang Arab akan lebih rendah lagi dan memperbanyak
gumammnya. Ini mengundang oranga Amerika lebih mengeraskan suaranya lagi—yang
menyebabkan orang Arab ketakutan dan punya kesan bahwa orang Amerika itu tidak
sopan. Pada akhirnya, mereka akan berpisah dengan saling tidak menghormati satu
sama lain.
Menyentuh atau tidak menyentuh
Seberapa jauhkah
kontak fisik sebaiknya dilakukan dalam percakapan social atau bisnis. Di
Amerika Serikat, tidak adanya kontak fisik, terutama diantara laki-laki dewasa.
Yang paling umum diakukan adalah berjabat tangan, jika dibandingkan dengan
orang-orang Eropa, orang Amerika lebih sedikit melalakukannya.
Di Amerika
latin, jabat tangan adalah bentuk sapaan atau cara menyatakan perpisahan yang
paling interpersoanal. Cara yang lebih ramah, dengan meletakkan tangan kiri di
atas bahu orang lain ketika berjabat tangan, sedangkan cara yang lebih intim
lagi dan hangat yaitu doble abrazo dimana dua lelaki berpelukan dengan
meletakkan lengan masing-masing diatas bahu lawan berpelukan.
Meskipun
demikian, terdapat budaya yang lebih membatasi kontak fisik daripada budaya
Amerika serikat yaitu budaya orang jawa, seperti pada kejadian seorang pegusaha
Amerika Latin menghadiri pesta di jawa. Ia melanggar batas-batas budaya
setempat dengan berprilaku yang tidak diterima. Ia sedang berusaha
mengembangkan suatu hubungan bisnis dengan seorang Jawa yang terpandang yang
tampaknya berjalan mulus. Tetapi semuanya gagal, ia diberi tahu oleh orang
lain, bahwa ia telah melatakkan tangannya sesaat diatas bahu orang Jawa itu
dihadapan orang banyak. Cara ini merendahkan dan hampir tidak termaafkan oleh
etiket Jawa tradisioal. Dalam kasus itu orang Amerika itu memohon maaf atas
pelanggarannya yang tidak disengaja. Namun hubungan bisnis tersebut tidak
pernah terlaksana.
Lima Dimensi Waktu
Bagi orang-orang bisnis, lima konsep
waktu yang penting adalah : waktu untuk bertemu, waktu untuk berdiskusi, waktu
untuk berkenalan, waktu untuk berkunjung dan jadwal waktu.
Di Amerika Latin, tak perlu kaget
bila harus menunggu berjam-jam diluar kantor. Bila kita menafsirkan ketetapan
waktu dengan cara Amerika Serikat di sebuah kantor Amerika Latin, kita akan
tegang dan tekanan darah akan meninggi. Karena kita harus menunggu 45 menit,
berbeda halnya dengan di Amerika, kita hanya menunggu 5 menit saja. Perlakuan
Amerika latin seperti ini tidak bermaksud menghina atau meremehkan si penunggu,
karena memang konsep tentang waktunya seperti itu. Sama halnya seperti orang
Indonesia yang punya budaya “jam karet”. Orang Amerika latin memiliki konsep
waktu yang bersifat informal, jika terlambat 45 menit dari jadwal itu merupakan
hal yang biasa saja bagi mereka.
Kekeliruan budaya itu dapat berlipat
ganda karena salah perhitungan. Di Amerika Serikat, orang yang selalu lambat
dianggap tidak dapat diandalkan, dan ini merupakn suatu kesimpulan yang masuk
akal bila mereka menggunakna waktu kulturalnya. Bagi mereka untuk menilai
seorang Amerika Latin dengan menggunakan skala nilai waktu Amerika, berarti
menghadapi suatu resiko yang besar.
Tempat Untuk Segala sesuatu
Pada setiap Negara memiliki
pembatasan-pembatasan tempat yang berbeda ketika melakukan sebuah komunikasi,
misalnya saja komunikasi dalam dunia bisnis dan politik. Bagi orang yang tidak
sadar akan aturan yang dimiliki oleh tempat lainnya, maka ia akan membuat orang
tersebut tersinggung.
Di India, tidak selayaknya berbicara
bisnis ketika sedang mengunjungi rumah seseorang. Bila kita melakukannya maka
akan kehilangan kesempatan untuk mengadakan hubungan bisnis yang
memuaskan.
Di Amerika Latin, meskipun
mahasiswa-mahasiswa berminat pada politik, tradisi menentukan bahwa seorang
politikus harus menghindari topik-topik politik ketika berbicara di
Universitas. Seorang politikus Amerika Latin mengatakan kepada antropolog Allan
Homberg bahwa ia dan rekan-rekan politisi lainnya takkan berani berbicara
tentang politik di Universitas San Marcos di Peru—seperti yang dilakukan Wakil
Presiden Nixon.
Masalahnya menjadi ruwet ketika
mahasiswa-mahasiswa San marcos, setelah mengetahui rencana kunjungan Nixon,
mereka lebih suka Nixon tidak datang. Sebenarnya rektor Universitas pun tidak
mengundang Nixon sebenarnya, karena ia khawatir bahwa Nixon akan berbicara
tentang politik, dan itu memang terjadi. Hal ini menyebabkan
kesalahfahaman kebudayaan, sehigga menimbulkan miss communication.
Berbeda dengan Negara lain, di
Indonesia tidak adanya batasan tempat pada saat melakukan hubungan bisnis
maupun komunikasi politik. Dimana saja bisa dilakukan, asalkan mengukuti
prosedur yang ada.
Nyaman Dalam Ruang
Kita Ambil
satu contoh perbandingan orang Amerika Serikat dengan orang Amerika Latin.
Orang Amerika Serikat lebih cenderung menghina orang Amerika dengan tidak
sengaja yaitu ketika mereka menangani hubungan-hubungan ruang atau jarak,
khusunya selama percakapan berlangsung.
Ketika
ada suatu percakapan antara orang Amerika Serikat dengan Amerika latin yang
dimulai dari ujung ruangan. Beberapa kali orang Amerika Latin itu maju dan
orang Amerika pasti mundur, dan akhirnya mereka berada di ujung lain rungan itu.
Gerakan-gerakan yang agak lucu ini dilakukan untuk memperoleh rasa yang nyaman
ketika berbicara.
Pengaruh Status Atas Komunikasi
Perbedaan
status dan kelas sosial menyebabkan orang-orang yang berstatus berbeda sulit
menyatakan opini secara bebas dan terus terang dalam diskusi dan perdebatan.
Pada Budaya Amerika Latin orang berstatus lebih rendah harus menyatakan rasa
hormat kepada atasannya, mereka menekankan pentingnya pemeliharaan
hubungan-hubungan pribadi secara harmonis, meskipun hubungan tersebut besifat
dangkal. Ini sama halnya dengan kebudayaan yang di anut oleh orang Indonesia,
sangat menjunjung tinggi hierarki kekuasaan.
Berbeda
dengan orang Amerika, jika kita mengemukan sesuatu kepada atasan, menyatakan
apa yang sesungguhnya kita fikirkan, bahkan mungkin tidak sependapat dengannya,
ini merupakan suatu hal yang wajar saja. Karena perbedaan status tidak begitu
kuat terjadi pada orang Amerika tersebut.
Penyesuaian
Diri Berjalan Dua Arah
Seseorang
tidak perlu menghabiskan hidupnya untuk mempelajari berbagai budaya, karena
tidak ada satu budayapun yang bersifat statik, semua budaya secara
konstan berubah. Seperti Indonesia yang sedikit menggunakan budaya Negara
lain. Hal ini tidak terelakkan dan mungkin konstruktif bila kita tahu bagaimana
menggunakan pengetahuan kita. Tinggal kita menyadari dampak perubahan ini pada
diri kita dan belajar memanfaatkan perubahan-perubahan tersebut secara trampil.
Dan oleh sebab itu kita harus memahami bagaimana kedua budaya tersebut saling
berinteraksi.
Konformitas
atau Penyesuaian Diri
Untuk
bekerjasama dengan orang-orang kita tidak harus seperti mereka. Bila kita
melakukan konformitas(keseragaman) sepenuhnya, maka orang Arab, orang Amerika
Serikat, orang America Latin, orang Italia, dan siapapun akan menganggap
prilaku kita membingungkan dan tidak tulus. Ia mencurigai motif kita. Kita
diharapkan untuk berbeda, namun kita juga diharapakan untuk menghormati dan
menerima orang-orang lain apa adanya. Dan kita tidak terlalu memaksa
kepribadian kita, belajar berkomunikasi dengan mereka dengan mengamati
tradisi-tradisi mereka.
Kesadaran
tentang adanya kekeliruan-kekeliruan dalam hubungan lintas budaya merupakan
langkah maju pertama yang besar. Dan menerima fakta bahwa pendirian-pendirian
orang lain merupakan suatu langkah maju lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar